Notification

×

Iklan

EID MUBARAK

KIRIM TULISAN 1S PINK

Iklan 728x90

FILLO MAGZ

BISNIS YOK

Penolakan Pasti Ada (Indonesia (Jadi) Emas Ep. 31

Minggu, 23 Maret 2025 | Maret 23, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-03-24T17:09:43Z
Cerita Sambung Episode 31: Penolakan Pasti Ada





Jakarta, Gedung Bank Emas Indonesia – Pagi Hari 

Lantai marmer gedung Bank Emas Indonesia terasa dingin di bawah telapak kaki Menteri Keuangan Ratna Dewangkara yang melangkah dengan cepat menuju ruang rapat utama. Wajahnya tegang. Di tangannya, berkas laporan terbaru tentang cadangan emas nasional tampak penuh dengan coretan. 


Di dalam ruangan, Menteri Ekonomi Bayu Adiningrat sudah menunggu bersama beberapa pejabat tinggi keuangan. Bayu, pria berusia 50-an dengan rambut mulai memutih di pelipisnya, tampak meremas jari-jarinya—tanda dia sedang berpikir keras. Ratna langsung berbicara tanpa basa-basi. "Kita punya masalah besar. Cadangan emas nasional sudah mulai menipis. Kalau kita tidak segera menemukan solusi, kita tidak bisa mencetak GRp lagi." Bayu menatapnya tajam. "Berapa lama kita bisa bertahan?" Ratna menghela napas. 


"Tiga bulan ke depan. Setelah itu, peredaran GRp akan stagnan. Kita harus mencari cara untuk menambah cadangan emas." Seorang direktur dari Bank Emas Indonesia, Sutomo Hadi, mengangkat tangan. "Ada satu kemungkinan, Bu Menteri. Kita bisa menarik kembali emas yang ditimbun masyarakat. Tapi masalahnya, mereka mulai menimbun GRp di rumah. Ini buntut dari gerakan para elit yang menggiring opini bahwa tabungan GRp di bank dikenakan ‘Pajak Emas’." Polemik ‘Pajak Emas’ dan Gerakan Anti-Bank Di sudut lain Jakarta, sebuah aksi demonstrasi sedang berlangsung di depan Kantor Bank Emas Indonesia. 


Ribuan orang berkumpul, membawa spanduk bertuliskan: "TABUNGAN EMAS KENA PAJAK? INI PERAMPOKAN!" "TOLAK PAJAK EMAS! GRp MILIK RAKYAT!" 


Di antara kerumunan, seorang pria berkemeja batik mahal berdiri di podium, berbicara dengan lantang. Dialah Baskoro Adinata, seorang mantan bankir yang sejak awal menentang sistem GRp. "Saudara-saudara, pemerintah ingin mengambil emas kalian dengan alasan pajak! Ini bukan keadilan, ini pemerasan! Simpan emas kalian di rumah! Jangan percaya bank!" Sorakan massa menggema. 


Mereka termakan provokasi, tidak menyadari bahwa semua GRp yang beredar terbarcode dan tetap bisa dilacak. Sementara itu, di kantor Menteri Ekonomi, Bayu menggelengkan kepala melihat siaran langsung demonstrasi itu di layar TV. "Mereka tidak paham bahwa pajak emas itu bukan pajak biasa. Itu adalah zakat emas yang berlaku juga bagi non-Muslim dalam bentuk kontribusi ekonomi! Ini bukan perampokan!" Ratna menambahkan, "Dan kalau mereka menarik emas dari bank, toh kita tetap bisa melacaknya dari jumlah penarikan yang tercatat. Mereka pikir bisa menghindar?" "Justru karena itu, kita harus segera bertindak," timpal Sutomo. "Kita harus mengeluarkan regulasi agar emas tidak bisa ditimbun sembarangan." 


***
Sementara itu, di Gedung DPR RI, Ketua DPR Bagas Sudrajat mengetukkan palu. "Dengan ini, kita akan membahas Rancangan Undang-Undang tentang Pemilikan dan Penyaluran Emas untuk menjaga keseimbangan sistem keuangan GRp." Seorang anggota dewan dari oposisi, Damar Widjaya, mendecakkan lidahnya. "Lagi-lagi aturan baru! Kenapa tidak biarkan rakyat memiliki emas mereka sendiri?" Maya Kartika, anggota fraksi pemerintah, membalas dengan tenang. 


"Karena ini bukan soal kepemilikan, tapi distribusi yang adil. Kalau ada orang yang menimbun emas dalam jumlah besar, harga emas akan melonjak, dan ekonomi kita bisa terganggu." Bagas menimpali dengan nada tegas. "Dan lebih buruk lagi, jika emas hanya dikuasai segelintir orang, maka kita akan kembali ke sistem lama di mana ekonomi dikendalikan oleh elit!" 


Desakan Pelunasan Utang Luar Negeri Di tengah semua kekacauan ini, Menteri Luar Negeri Arief Ramadhan menghadapi tekanan dari berbagai negara. Di kantornya, ia duduk di depan layar laptopnya dengan wajah lelah. 


Panggilan video dari Delegasi PBB sedang berlangsung. Seorang perwakilan dari Uni Eropa, Michel Dubois, berbicara dengan nada tajam. "Tuan Arief, sekarang Anda sudah keluar dari sistem keuangan global. Kami mendesak Indonesia untuk segera melunasi hutang luar negeri, meskipun jatuh temponya masih 20 tahun lagi." Arief mengernyit. "Melunasi lebih awal? Itu tidak ada dalam kesepakatan." Dubois tersenyum sinis. "Itu konsekuensi dari tindakan Anda. Anda meninggalkan sistem kami, jadi kami tidak lagi terikat dengan perjanjian awal." 


Arief mengepalkan tangan di atas meja. "Baiklah. Kalau begitu, kita akan tawarkan negosiasi lain." Dubois terdiam sejenak. "Apa maksud Anda?" Arief menarik napas panjang sebelum menjawab dengan suara mantap. "Kami akan melunasi hutang kami dengan emas. Tapi dengan harga emas yang kami tentukan—bukan harga emas di pasar global yang kalian kendalikan." 


***
Aliansi Strategis dan Percepatan Ekonomi Berbasis Emas Di tengah tekanan ini, Presiden Dharma Wibawa mengumpulkan kabinet ekonomi dalam pertemuan darurat di Istana Negara. Ratna membuka pembicaraan. "Pak Presiden, kita punya dua solusi: Pertama, mempercepat kerja sama dengan OKI dan BRICS untuk mendapatkan suplai emas tambahan. Kedua, menerapkan regulasi ketat untuk mencegah penimbunan emas dalam negeri." Bayu menambahkan, "Dan kita bisa menggunakan emas sebagai alat diplomasi. Jika negara-negara lain ingin rempah-rempah dan komoditas kita, mereka harus membeli emas dulu." Dharma tersenyum tipis. 


"Jadi kita membalikkan keadaan? Dulu kita dipaksa membeli emas dari mereka dengan mata uang fiat mereka. Sekarang, mereka harus membeli emas dulu sebelum bisa berdagang dengan kita?" Ratna mengangguk. "Benar, Pak. Kita paksa dunia beradaptasi dengan kita, bukan sebaliknya." 


Presiden Dharma berdiri, menatap semua orang di ruangan itu dengan penuh keyakinan. "Baik. Kita akan buat ini menjadi aturan resmi. Indonesia tidak akan mundur. Kita akan buktikan bahwa ekonomi berbasis emas adalah masa depan." 


Di luar Istana, Jakarta masih riuh dengan demonstrasi dan berita panas tentang GRp. Namun, satu hal yang pasti—Indonesia sudah berada di jalur yang tak bisa kembali lagi. Dan dunia harus bersiap menghadapi era baru. oleh Erwinsyah Putra.

Bersambung ke Episode 32
×
Duta Huskus

BELI PARFUM INI, KAMI KEMBALIKAN Rp.108.000/ HARI

SYARATNYA KLIK INI