(Kabar Baru- Fillo Magz) Perkembangan teknologi keuangan global telah mendorong banyak negara untuk mempertimbangkan penerapan Central Bank Digital Currency (CBDC). Di Indonesia, Bank Indonesia telah menginisiasi "Proyek Garuda" sebagai langkah awal dalam pengembangan Rupiah Digital. Namun, penggunaan CBDC tidak lepas dari berbagai risiko yang perlu dipertimbangkan secara serius.
Konsep dan Pengembangan Global Central Bank Digital Currency (CBDC) merupakan mata uang digital yang diterbitkan dan dikendalikan oleh bank sentral suatu negara. Menurut International Monetary Fund (IMF), "CBDC dapat menjadi alat yang efektif untuk meningkatkan inklusi keuangan dan efisiensi sistem pembayaran." Saat ini, berbagai negara seperti China (dengan e-CNY), Uni Eropa (Euro Digital), dan Bahama (Sand Dollar) telah meluncurkan atau menguji coba CBDC mereka.
Indonesia telah menginisiasi Proyek Garuda untuk mengembangkan Rupiah Digital yang dapat digunakan dalam sistem pembayaran domestik maupun lintas negara. Bank Indonesia (BI) menyatakan bahwa Proyek Garuda bertujuan untuk "memastikan kedaulatan moneter Indonesia di era digital." Selain itu, proyek ini diharapkan dapat mendukung stabilitas ekonomi dan memperkuat inklusi keuangan di Indonesia.
Dalam sebuah pernyataan resminya, Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo mengatakan, "Rupiah Digital dirancang untuk dapat digunakan oleh seluruh lapisan masyarakat dengan akses yang mudah dan biaya rendah." (Sumber: Konferensi Pers BI, 2024) Penerapan Rupiah Digital merupakan wujud implementasi dari CBDC yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. Tidak seperti uang elektronik yang dikelola oleh lembaga swasta (misalnya saldo OVO atau GoPay), Rupiah Digital diatur langsung oleh bank sentral dan dijamin oleh pemerintah. Menurut Bank Indonesia, "Rupiah Digital akan dapat digunakan untuk transaksi ritel maupun grosir, dan dapat diintegrasikan dengan berbagai platform perbankan maupun e-wallet." (Sumber: Bank Indonesia, 2024)
Risiko Penggunaan CBDC/ Rupiah Digital perlu diantisipasi sebab sudah hadir di depan "Penggunaan Rupiah Digital dapat mengancam privasi data, karena bank sentral dapat memantau transaksi secara detail dan aktivitas keuangan pengguna," ujar Glenn Ardi, Managing Director Coindesk Indonesia. (Sumber: Coinvestasi, 2024) Selain itu Rupiah Digital akan menghadapi Gangguan Sistem Perbankan, seperti laporan Kompasiana (2024), "CBDC dapat menarik simpanan masyarakat dari bank komersial, yang dapat mengganggu stabilitas keuangan dan likuiditas perbankan." Risiko ini dapat semakin besar jika terjadi krisis ekonomi yang memicu 'bank run'.
Belum lagi Masalah Teknis & Keamanan Infrastruktur digital CBDC harus dirancang dengan standar keamanan yang tinggi untuk menghindari risiko serangan siber. "Karena CBDC bersifat digital, keamanan menjadi isu krusial," tulis Kompasiana dalam artikelnya mengenai dampak penerapan CBDC. (Sumber: Kompasiana, 2024), Siber kita belum kebal terhadap serangan Hacker, tentu masih segar diingatan Serangan Peretas yang mengganggu Kominfo yang membuat pernebangan udara dan transaksi digital melambat. Pada prakteknya, Rupiah Digital adalah Uang Resmi yang akan mencetak uang Potensi Inflasi "Penerbitan CBDC dalam jumlah besar dapat menyebabkan neraca bank sentral membengkak, yang bertentangan dengan kebijakan moneter konservatif," menurut laporan resmi Bank Indonesia. (Sumber: BI, 2024)
Proyek Garuda dan pengembangan Rupiah Digital merupakan langkah ambisius yang dapat membawa Indonesia menuju era ekonomi digital yang sangat rentan sehingga, pemerintah dan masyarakat perlu mempertimbangkan risiko-risiko yang mungkin timbul dari penerapan CBDC ini agar tidak salah langkah. Digitalisasi boleh-boleh saja, tapi Kesejahteraan Ekonomi itu yang utama. (Allizwell)