Cerita Sambung Episode 27 – Kenapa Baru ini mereka Melirik Indonesia
Jakarta, Kantor Presiden – Malam Hari
Presiden Dharma Wibawa duduk di kursi kerjanya, menatap layar laptop yang menampilkan hasil pertemuan OKI. Matanya fokus membaca setiap poin keputusan yang telah diambil. Beberapa negara mulai tertarik dengan Golden Rupiah (GRp), tetapi ada juga yang masih ragu.
Di sisi lain meja, Menteri Keuangan, Ibu Ratna Dewangkara, memijat pelipisnya. "Pak Presiden, keputusan OKI memang positif, tapi lihat ini," katanya sambil menyerahkan laporan terbaru dari Bank Dunia dan IMF. Dharma menerima dokumen itu. Tulisan besar di halaman depan menyatakan:
"Indonesia dalam Risiko Besar: Keuangan Global akan Bereaksi Keras"
Ia tersenyum miring. "Mereka mulai panik." Ratna menggeleng. "Bukan sekadar panik, Pak. Mereka sudah menghubungi perwakilan kita di Washington. Kita sedang diawasi ketat." Dharma meletakkan laporan itu dan menatap Ratna. "Kita sudah tahu ini akan terjadi. Apa langkah berikutnya?" Sebelum Ratna sempat menjawab, Pintu Ruang Presiden diketuk dengan keras. Seorang ajudan masuk dengan tergesa-gesa. "Pak, telepon dari Menteri Luar Negeri. Ini darurat!" Dharma segera mengangkat telepon di mejanya. "Ya, Arief, ada apa?"
Suara Menteri Luar Negeri, Arief Ramadhan, terdengar berat. "Pak, beberapa negara besar sudah mulai memblokir akses perdagangan kita. Jepang dan Uni Eropa mengumumkan peninjauan ulang semua kontrak dagang. Sementara itu, Amerika secara sepihak menghentikan ekspor komponen teknologi ke Indonesia."
Dharma menutup matanya sejenak. Berarti kita sudah masuk babak baru, ya?" "Betul, Pak. Ini bukan sekadar ancaman lagi. Mereka mulai bertindak."
Ratna menyela, "Pak Presiden, jika ini terus berlanjut, kita harus segera mengamankan rantai pasokan dalam negeri. Kita tidak bisa tergantung pada impor lagi!" Dharma mengangguk, lalu kembali berbicara di telepon. "Arief, segera hubungi Beijing dan Moskow. Kita butuh alternatif perdagangan yang lebih kuat." "Baik, Pak. Saya akan atur pertemuan diplomatik secepatnya."
Dharma menutup telepon dan menghela napas panjang. "Mereka akan mencoba menekan kita dari segala sisi. Tapi kita harus bertahan. Tidak ada jalan kembali." Ratna menatapnya dengan serius. "Pak, kita harus mengantisipasi kemungkinan terburuk. Jika mereka memutuskan hubungan perbankan, kita akan kesulitan dalam transaksi internasional." "Lalu, apa solusi kita?"
Ratna tersenyum kecil. "Kita buat sistem pembayaran sendiri, berbasis GRp dan emas. Jika mereka menutup akses ke SWIFT, kita bisa gunakan sistem alternatif bersama negara-negara sahabat." Dharma terdiam sejenak, lalu menepuk meja dengan penuh keyakinan. "Ratna, segera bentuk tim. Kita buat sistem keuangan baru yang tidak bisa dikontrol oleh mereka."
Sementara itu, di luar Istana Negara, lampu-lampu jalanan Jakarta masih berpendar terang. Kota ini tidak tidur, tetapi di balik kesibukan itu, badai besar sedang mendekat. (oleh Erwinsyah Putra)
Bersambung ke Episode 28