.
.
Kepadamu Mahasiswa
Karya Erwinsyah
Wa, Apa kabarmu kini?
Tak ada lagi suara megafon darimu
Tak ada lagi kritis yang kau angkat
Telah habis ide yang harus kau ucap
Wa, kapan kita terakhir turun ke jalan?
Membuktikan bahwa kita adalah agen perubahan
Menunjukkan bahwa kita intelektual militan
Di jalan, idelisme dan independensi kita ekspresikan
Wa, kemana ruh juangmu sekarang?
Saat negara mulai terjun pada jurang kemiskinan
Saat Negeri meronta ingin kesejahteraan
Saat yang kau cinta tak bisa kangen-kangenan
Wa, apa story wa terbaru mu sekarang?
Apakah rindu akan kebahagiaan?
Atau patah hati karena ditinggalkan seseorang?
Wa, di mana kau sekarang?
Kepada siapa lagi pengemis menyampaikan harapan?
Akan seperti apa anak-anak sekolah di masa depan?
Wa, bagaimana belajar mu sekarang?
Apakah IPK kamu sesuai harapan?
Apakah kehadiranmu lengkap 16 pertemuan?
Apakah kamu tamat sesuai aturan?
Wa, lihatlah siapa dirimu
Kita tonggak peradaban
Kita ideator pembangunan
Kita penyambung lidah masyarakat
Kita pemimpin masa depan
Wa, mari kita bercermin!
Jika kita seperti ini akan bagaimana pemimpin 20 tahun lagi
Jika kita terus begini mampukah kita menghadapi dinamika dan konflik 10 tahun lagi
Jika kita masih seperti ini apakah mungkin ada kemajuan 5 tahun lagi
Dan bila terus seperti ini Apa mungkin ada perubahan tahun ini?
Wa, mana karya kita yang dulu?
Mengharumkan nama bangsa dalam kontestasi ilmiah
Mengepakkan sayap Garuda menjelajahi dunia dalam pertarungan olahraga
Menggemparkan negara-negara dengan temuan-temuan solutif kita
Wa, masihkah kau percaya dengan mereka yang ada di istana?
Masihkah kita berpangku tangan atas janji manis politik mereka?
Masihkah kita menunggu kesepakatan atas sidang paripurna mereka?
Jangan tunggu besok, Wa!
Kamu memang masih bisa makan ayam goreng kesukaanmu
Kamu masih bisa live di Facebook atau Instagram mu
Kamu masih bisa buat video tik tok mu
Bahkan kamu masih bisa nge-game bareng teman-teman hedon mu
Tapi ibu Pertiwi menunggu karyamu, menunggu solusi dari kita, Wa!
Dengarlah jeritan ibu Pertiwi, Wa!
Rasakan luka ibu negeri, Wa!
Anak-anaknya di desa tidak ada yang peduli
Sementara pemerintah sibuk dengan relasi
Wa, bila saatnya kita di tahta itu nanti
Apakah kita akan melakukan seperti ini?
Atau kita tak tahu mau buat apa?
Karena kita tak melakukan apa apa
Wa, kita belum terlambat
Bacalah, Wa! Membacalah!
Kita bisa menjadi penjajah dengan membaca
Wa, Apa kamu tahu sebab kita terus terjajah?
Karena sejak 400 tahun lalu, kita tak punya budaya membaca.
Mebaca suratan dan siratan