Sobat Fillo, Mari Menulis dengan Gaya Kita!
7. Beri Nafas dalam Tulisan
Menulis bukan sekadar menyusun kata-kata dalam paragraf, tapi juga memberi ruang bagi pembaca untuk mencerna dan merasakan emosi di dalamnya. Seperti dalam cerita kita tentang Talmak dan Raja Iblis, adegan pertempuran supranatural tidak langsung dijejalkan dalam satu paragraf panjang. Ada jeda, ada ketegangan yang dibangun perlahan—membiarkan pembaca menarik napas sebelum dihantam dengan kejutan berikutnya.
Contoh:
Bukan hanya keheningan yang merayap di ruangan itu, tetapi juga udara yang tiba-tiba menjadi berat. Mata Talmak membelalak, seolah menyadari sesuatu yang tidak bisa ia jelaskan. Mulutnya sedikit terbuka, tetapi tak ada suara yang keluar. Kemudian, cairan hitam merembes dari bibirnya—dingin, pekat, dan membawa aroma busuk yang menusuk. Talmak jatuh tertungkup.
Jeda di antara kalimat memberi efek dramatis. Pembaca tidak hanya "melihat" kejadian, tapi juga "merasakan" atmosfer yang mencekam.
8. Menjaga Konsistensi Logika Cerita
Dalam dunia fiksi, imajinasi memang bebas, tetapi harus tetap memiliki logika internal yang jelas. Jika kita membuat aturan tertentu dalam dunia cerita, aturan itu harus diikuti sampai akhir.
Misalnya, dalam kisah Cokgom dan Talmak, kita sudah menetapkan bahwa Jorbut bukan anak kandung Cokgom karena ia tidak pernah menyentuh istrinya. Maka, ketika fitnah tentang Tiop menyebar, kita harus memastikan pembaca tetap memahami bahwa ini hanya kesalahpahaman—dan ada rahasia lebih besar di baliknya.
Contoh kesalahan yang harus dihindari:
Jika tiba-tiba di akhir cerita Cokgom mengakui bahwa Jorbut adalah anaknya, itu akan bertentangan dengan pondasi cerita yang sudah dibangun sejak awal.
Jika Tiop ternyata memang berselingkuh, kita perlu memberikan petunjuk sejak awal agar tidak terasa "dipaksakan".
9. Buat Akhir yang Memuaskan
Akhir cerita harus memberikan kepuasan, entah itu dalam bentuk penyelesaian atau cliffhanger yang membuat pembaca menunggu kelanjutan. Dalam kisah Tetlom dan Raja Iblis, kita menutupnya dengan twist besar: ternyata Cokgom telah dirasuki Raja Iblis, yang menyebabkan kematian Tetlom begitu mudah.
Contoh:
Cokgom melangkah memasuki desa dengan mata kosong, wajahnya tanpa ekspresi. Tetapi di balik daging dan darahnya, ada sesuatu yang lain. Sesuatu yang mengintai. Anjuna yang melihat dari jauh, langsung tahu. "Ayah, ini belum selesai," bisiknya sebelum menutup matanya untuk terakhir kali.
Akhir seperti ini menimbulkan rasa penasaran sekaligus perasaan "oh, ini belum benar-benar berakhir". Pembaca akan menunggu kelanjutannya dengan antusias.
Penutup
Sobat Fillo, menulis adalah seni yang berkembang seiring pengalaman. Semakin sering kita menulis, semakin kita menemukan ritme dan gaya kita sendiri. Jangan takut mencoba, jangan takut salah—karena dari situlah tulisan kita akan semakin hidup. Selamat menulis, dan sampai jumpa di tips berikutnya